12 Januari 2023 | Kegiatan Statistik
PENGARUH PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP TINGKAT FERTILITAS
DI KABUPATEN MANGGARAI PADA TAHUN 2019- 2021
OLEH : ANGELINA NINDIARTI JEMATU
(MAHASISWA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS
RUTENG)
Perkawinan ialah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya/kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku( Undang-undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan).
Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat
1 menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Apabila masih di
bawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan dini. Menurut WHO, pernikahan
dini (early married) adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah
satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia dibawah
usia 19 tahun. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa
pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau
tidak resmi yang dilakukan sebelum usia 18 tahun.
Di Kabupaten Manggarai fenomena pernikahan dini masih ada
pada setiap tahunnya. Dari angka pernikahan pada usia muda yakni pada rentan
usia 14-19 tahun dari tahun 2019 -2021). Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik Provinsi
Nusa Tenggara Timur Presentase perempuan yang pernah kawin berumur 10
tahun atas menurut umur perkawinan
pertama (persen), 2018 – 2020 di Kabupaten Manggarai mencapau 24,07 persen
ditahun 2020 dan setiap tahunnya mengalami kenaikan.
Presentase
perempuan yang pernah kawin berumur 10 tahun keatas menurut umur
perkawinan pertama |
||||||||||||||
< 16 |
17 – 18 |
19 -20 |
21+ |
jumlah |
||||||||||
2018 |
2019 |
2020 |
2018 |
2019 |
2020 |
2018 |
2019 |
2020 |
2018 |
2019 |
2020 |
2018 |
2019 |
2020 |
6,39 |
7,80 |
5,98 |
18,94 |
21,13 |
24,07 |
27,98 |
27,64 |
25,28 |
46,68 |
43,43 |
44,76 |
100, |
100 |
100 |
Sumber data : BPS Provinsi NTT
Alasan adanya perkawian usia dini tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu pergaulan bebas, kemiskinan dan pola pikir masyarakat.
Bahkan pada saat ini banyak masyarakat khususnya anak – anak usia muda yang memasuki masa – masa
pubertas salah dalam tingkat pergaulan.
Perkawinan usia dini menyebabkan kehamilan dan persalinan
dini, yang berhubungan dengan angka kematian yang tinggi dengan keadaan yang
tidak normal bagi ibu karena tubuh anak perempuan belum sepenuhnya matang untuk
melahirkan. Anak perempuan dengan usia 10-14 tahun memiliki resiko lima kali
lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan dari pada
perempuan usia 20-24 tahun, dan secara global kematian yang disebabkan oleh
kehamilan merupakan penyebab utama kematian anak perempuan usia 15-19 tahun
(BPS & Unicef, 2016).
Dampak
dari pernikahan usia dini dari segi sosial ekonomi
yaitu pernikahan dini dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian
yang terjadi karena melahirkan di usia muda, rendahnya kualitas SDM akibat dari
terputusnya sekolah, kemiskinan , serta meningkatnya angka kelahiran yang
mengakibatkan pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Secara
garis besar, terdapat beberapa dampak
perkawinan usia dini di Kabupaten Manggarai seperti:
1.
Dampak
Ekonomi : Secara ekonomi remaja yang masih berusia masih muda biasanya belum
mempunyai penghasilan yang tetap atau belum mempunyai kehidupan sendiri dalam
artian seseorang yang masih muda masih bergantung kepada orang lain. Kalau pada
usia muda telah melakukan perkawinan, maka dapat diperkirakan bahwa
kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan sosial ekonomi akan segera muncul,
yang akhirnya dapat membawa akibat yang cukup rumit. Perkawinan anak diusia
dini justru mengalami dampak buruk bagi keluarga mereka, lemahnya peningkatan
ekonomi keluarga disebabkan oleh bertambahnya anggota keluarga dan kebutuhan
ekonomi yang terus bertambah. Perkawinan atas dasar keinginan dari anak itu
sendiri menimbulkan masalah bagi keluarga, keluarga yang tidak mampu menolak
perbuatan anak tentunya harus menanggung segala resiko. Anak yang belum siap
secara mental, fisik dan materil juga tentunya menimbulkan berbagai masalah
ekonomi dalam keluarga salah satunya adalah pelaku perkawinan diusia dini harus
menambah beban dalam keluarga karena proses perkawinan yang disiapkan secara
tidak matang yang hanya bermodalkan niat tetapi tidak bermodalkan kemampuan
untuk mengolah rumah tangga sendiri, kesiapan mental, kemampuan finansial dan
lain sebagainya sehingga akhirnya perkawinan hanya untuk menimbulkan berbagai
permasalahan (Ilma, 2020) (Syukur et al., 2016).
2.
Dampak
Psikologis : Pada kehidupan berumah tangga pasti tidak luput dari berbagai
permasalahan salah satu penyebab terjadinya masalah dalam rumah tangga adalah
belum dewasanya pemikiran anak. Perkawinan diusia dini berdampak psikologis
bagi pelakunya, setiap pelaku perkawinan diusia dini memiliki perasaan yang
campur aduk dalam hubungannya, perasaan baik dan buruk. Di mana perasaan baik
yang dirasakan adalah pelaku perkawinan dini merasa bahagia karena telah
memiliki pasangan yang akan selalu menemaninya dan lebih bersikap dewasa, namun
disisi lain mereka juga malu dengan orangtua karena terus menumpang hidup.
Dalam hal ini, sebaiknya sebelum melakukan perkawinan dilakukan dengan perencanaan
yang matang, sehingga tidak menjadi benalu bagi orang lain. Menurut (Afriani,
2016) bahwa “perkawinan yang masih terlalu muda banyak mengundang masalah yang
tidak diharapkan karena segi psikologisnya belum matang seperti cemas dan
stress”. Sejalan dengan yang dinyatakan oleh (Awaru, 2021) bahwa, “pernikahan
dapat berdampak cemas, stress dan depresi”. Kecemasan adalah penjelmaan dari
berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang
sedang mengalami tekanan atau tegangan dan pertentangan batin.
3.
Dampak
Fisik (kelelahan dan sering sakit) : Kadangkala kekerasan dalam rumah
tangga sangat mendominasi pasangan akibat kondisi psikis yang masih labil yang
menyebabkan emosi sehingga bisa berdampak pada kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Selain itu saat anak yang tumbuh masih dalam kehamilan, terjadi
persaingan nutrisi dengan janin yang dikandungnya, sehingga berat badan ibu
hamil seringkali sulit naik dan dapat disertai dengan anemia karena defisiensi
nutrisi, serta beresiko melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah.
Pengalaman hidup remaja yang berumur di bawah 20 tahun biasanya belum mantap.
Apabila wanita pada masa pernikahan usia muda menjadi hamil dan secara mental
belum mantap, maka janin yang dikandungnya akan menjadi anak yang tidak
dikehendakinya, ini berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa anak sejak dalam
kandungan. Perkawinan di bawah umur yang terjadi di Kecamatan Rahong Utara
membawa dampak negatif bagi kesehatan pelaku perkawinan khususnya bagi wanita.
Wanita yang kawin diusia dini kurang dari 15 tahun memiliki banyak resiko.
(SIBAGARIANG, 2018) mengatakan bahwa, “Ada dua dampak medis yang ditimbulkan
oleh perkawinan di bawah umur yakni, dampak pada kandungan (bayi) dan dampak
pada ibu bayi”. Menurut (Kependudukan, 2017) bahwa,” umur untuk hamil dan
melahirkan yang ideal adalah 20-30 tahun, lebih atau kurang dari umur tersebut
adalah sangat beresiko. Bayi yang lahir dari remaja beresiko sembilan kali
besar meninggal karena lahir terlalu dini (keguguran), tingginya tingkat
kematian saat melahirkan dan abnormalitas”. Selain dampak pada bayi yang berupa
kelahiran prematur dan keguguran, dampak terhadap remaja yang hamil diusia muda
pun terjadi seperti penyakit kandungan yang banyak diderita oleh wanita yang
kawin diusia dini, antara lain infeksi kandungan seperti terjadinya kista dan
kanker mulut rahim. Hal ini terjadi karena masa peralihan sel anakanak ke sel
dewasa yang terlalu cepat dan dipaksakan. Padahal pada umumnya pertumbuhan sel
wanita terjadi secara sempurna pada usia 19 tahun.
Dengan adanya hal dan masalah akibat perkawian usia dini terhadap tingkat fertilitas di Kabupaten Manggarai Untuk itu perlu adanya komitmen dari pemerintah dalam menekan angka perkawinan dini di Indonesia. Perkawinan dini bisa menurunkan sumber daya manusia karena terputusnya mereka untuk memperoleh pendidikan. Alhasil, kemiskinan semakin banyak dan beban negara juga semakin menumpuk. Oleh karena itu usaha yang tepat adalah pemerintah mencanangkan program wajib belajar 12 tahun dengan syarat pemberian bantuan dan biaya gratis bagi siswa yang kurang mampu. Dan bagi para remaja yang ingin melakukan perkawinan dini, terlebih dahulu mengetahui dampak dari perkawinan dini sehingga tidak terjurumus pada keluarga yang tidak bahagia yang disebabkan oleh dampak buruk perkawinan dini.
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Kabupaten Manggarai (Statistics Indonesia of Manggarai Regency)Jl. Bougenville Utara
Kelurahan Pau
Kecamatan Langke Rembong
Ruteng - Manggarai
NTTTelp (62-385) 2420098
Mailbox : bps5313@bps.go.id
Tentang Kami